Tag

, , , , , , ,


Aristotle~Politics appears to be the master art for it includes so many others and its purpose is the good of man. While it is worthy to perfect one man, it is finer and more godlike to perfect a nation

Aristotle~Politics appears to be the master art for it includes so many others and its purpose is the good of man. While it is worthy to perfect one man, it is finer and more godlike to perfect a nation

Pendidikan Politik Untuk Masyarakat

Dikutip dari tulisan Departemen Kajian KSM Eka Prasetya UI, Masyarakat yang dikatakan terliterasi secara politik sendiri diartikan sebagai masyarakat yang memiliki kemampuan berperan aktif dalam pemerintah (Jennie S. Bev, osdir.com). Sedangkan Pendidikan Politik adalah proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. (Pasal 1 Angka 4 UU Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik). Di Indonesia sendiri saat ini, pendidikan politik masih terbatas pada teori yang diajarkan dalam Pendidikan Kewarganegaraan. Sedangkan mengenai masalah pengetahuan politik dan keadaan politik yang terjadi dalam dunia nyata, masyarakat banyak yang belum mendapatkannya. Beberapa program yang dilakukan untuk meliterasikan generasi muda dan juga masyarakat mengenai politik banyak digagas oleh anak muda dengan membentuk sebuah parlemen remaja, parlemen muda, atau konferensi pemuda lainnya yang membicarakan masalah politik dan kenegaraan. Secara singkatnya, apapun yang berhubungan dengan instrumen politik harus dipahami secara menyeluruh oleh warganya.

Dalam persoalan pendidikan politik, ini bukan hanya masalah penyuluhan bagaimana caranya menyoblos yang baik dan benar. Pendidikan politik harusnya menjadi lebih luas daripada sekedar penjelasan hal-hal normatif yang sistemik. Maraknya pelanggaran pemilu yang tidak disadari sebagian warga, mulai dari membawa anak-anak ke kampanye hingga politik uang, adalah bukti bahwa pemilu menjadi momentum prosedural semata untuk meramaikan sesuatu yang kita beri nama demokrasi. Refleksi masyarakat kritis yang dapat membangun negara seyogyanya dapat dilihat dari tanggapan mereka terhadap kampanye politik calon pemimpin.

Kemenangan Politik bukan “Mutual Assured Destruction” (Saling Memusnahkan)

Perihal ini, menarik apa yang kita bisa pelajari dari blog Alikta Hasnah Safitri, seorang mahasiswa S1 di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, sebagai berikut:

Pasca deklarasi pencapresan Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta, media mulai ramai dibanjiri pemberitaan mengenai kedua sosok tersebut. Masing-masing kader maupun simpatisan seolah memiliki energi tak terbatas guna menggali latar belakang masing-masing tokoh, dari mulai orangtua, anak, prestasi yang pernah diperoleh, hingga berderetnya kasus yang masih belum tuntas hingga saat ini.

Sebagai orang awam yang baru mulai belajar untuk melek politik, saya tak ingin banyak berasumsi macam-macam. Entah dengan memberi dukungan pada salah satu calon, maupun menistakan calon yang lainnya dengan argumen yang saya ragukan kebenarannya.

………………………………..

Alih-alih teori, saya malah jadi ingat akhir perang Baratayuda yang tragis. Lho? Kok bisa? Bukannya kebaikan menang atas kejahatan? Pandhawa menang! Ya, memang Pandhawa menang, akan tetapi peniadaan kurawa hingga ke akar-akarnya, nyatanya tak membawa pada kejayaan yang agung dan diidamkan. Kematian para Kurawa membuat daya hidup Pandhawa juga habis.

Memang, Pandhawa berhasil menguasai Astina, tapi apa gunanya itu semua ketika seluruh keturunan Pandhawa pun berhasil dimusnahkan (dengan perkecualian Parikesit)? Hingga pada akhirnya, Pandhawa pun harus menghadapi kematian serupa di puncak Mahameru, menyisakan Yudhistira dan anjingnya dalam perjalanan panjang menemukan hakikat.

Mungkin, dialog antara Arjuna dan Kresna di awal perang besar itu patut menjadi renungan bagi kita. Sesaat sebelum perang berkecamuk, Arjuna berkata kira-kira begini, “Mungkinkah kepemilikan suatu negara seimbang dengan korban-korban sedemikian besar?”

Jika saja Kresna menyepakati perkataan Arjuna dan memilih menyarankan membatalkan pertempuran di detik-detik terakhir, (toh Pandhawa telah hidup damai di Amarta). Jika pun Kresna tetap memberikan saran yang sama untuk tetap melanjutkan pertempuran, toh Arjuna bisa menolak, dan bisa jadi kematian ratusan ribu nyawa di medan pertempuran urung terjadi, tak ada kisah tragis yang begitu memilukan ini.